Jumat, 28 Oktober 2011

Cerpen waktu lomba

                “Janganlah kau tinggalkan diriku, takkan mampu menghadapi semua...”, lagu Sempurna Andra and The Backbone berdering di handphone Sita. Terlihat nama Jovan serta fotonya yang imut di handphone itu. Sita pun mengangkat handphone touchsreen barunya itu dengan memilih opsi “Answer”.
 “Assalamualaikum. Ngapau Van ?” tanya Sita.
 “Woy, Ta, melah kitau berayak. Tapau diaw kerjau dirimu ni, beghadu mendam di rumah tulah !” jawab Jovan dengan menggunakan bahasa Manna tulen.
“Ndak ke manau pulau Van ? Melah kitau ke Perpusda ajau !”
 “Yaakkk, tapau penginak’an di Perpusda nilah. Nginak’i buku bejibun ? Mmm... Tapi melah e. Jak di aku ndik diaw kawan berayak ! Udim a Ta, besiaplah !”
“Awu awu.”
                Setelah menerima telepon dari Jovan, Sita pun bersiap-siap pergi ke Perpusda (Perpustakaan Daerah) yang merupakan satu-satunya perpustakaan milik pemerintah di Kota Manna itu. Perpustakaan itu berjarak sekitar 3 kilometer dari rumah Sita.
                Setibanya di Perpusda, Sita langsung mengisi daftar pengunjung di meja tamu. Ia mengeluarkan buku tulis dan pena bergambar teddy bear kesayangannya dari tas, kemudian ia menaruh tas itu di lemari penitipan barang. Ia pun melihat sekeliling Perpusda yang ternyata sangat ramai. Tapi, masih ada tiga bangku kosong. Dan Sita memilih di pojok di antara rak-rak buku.
                Setelah lima belas menit menunggu, Jovan pun datang.
“Wuy, Sita. Lah lamau nunggu aku ?” sapa Jovan dengan logat Manna-nya yang khas.
 “Lah lumutan aku nunggu kaba di sini !” candaku.
 “Tapau kaba kerjauka Ta ?”
“Aku dang mbuat Pe-eR.”
“A a, kitau adau Pe-eR Sejarah kan, Ta ? Jangan rajin nian Ta!”
“Yak lukmanau Van, tugas.”
 “Aku malas nian mbuati PR ni. Aku ndak nyontek dengan kutu buku kelas kitau ajau weh, dengan Joni. Madak aku nyontek dengan kaba a Ta ! Sita, Sita sarini alap nian neh !” rayu Jovan penuh harap.
 “Sorry nian neh. Litak aku mbuatinyaw ni Van. Inilah jemau bak kini ni. Segalauau ndak serba paktis. Lukmanau kaba ndak dapat ilmu Van, amau kaba nyontek manjang ni !” kata Sita seraya menasehati.
 “Yak lukmanau Ta. Aku tu ndik nian ngerti. Tapau, di kelas aku ndik meratika guru. Kawan ni, ngajak ngicik manjang.”
                Sita pun teridam sejenak. Ia teringat tingkah laku teman sekolahnya yang suka sekali ngobrol di waktu belajar.
“Amau aku ngasih saran, jangan pulau dilauk’i nian kawan tu. Berubahlah Van, sebelum terlambat. Amau kaba cuman nyontek, lukmanau kaba ndak dapat ilmu. Katauau kaba ndak jadi pilot. Pilot tu ndak pintar eh.”
“Awu Ta, tapi jangan bak kini. Aku ni masih kelas duau, masih gilamau ujian kelulusan tu.”
“Awulah Van, amau kaba lum melajarinyau jak bak kini, aku yakin kaba kelau ndik ke ngerti. Kasian kan, mak bak kaba, amau kruan anak’au luk ini. Litak-litak ajau ughang kerjau, banting tulang, meras keringat, cuman batan nyekulkah kaba. Ughang tu ndak nginak kaba sukses, Van. Aku kruan, nilai MID semester kaba kemaghi, hasil contekan galaw kan ? Mm... Apau ndak aku aduka dengan mak bak kaba ?” kataku dengan sedikit menakutinya. “
Jangan Ta, pliss jangan nian. Awu awu, itu aku ncontek galau dengan Joni. Tapau, diaw di belakang aku, tambah lemak ajau aku ulangan. Tapi itu tu cuman ndak nyenangka ati mak bak ajau Ta.”

Cerpen ini belum selesai dan belum berjudul. Ini cerpenku waktu lomba, tapi ini ditambah bahasa daerah. Nantikan kelanjutannya, hanya di Aisyah LiputInesia !!! hahaha

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Jumat, 28 Oktober 2011

Cerpen waktu lomba

                “Janganlah kau tinggalkan diriku, takkan mampu menghadapi semua...”, lagu Sempurna Andra and The Backbone berdering di handphone Sita. Terlihat nama Jovan serta fotonya yang imut di handphone itu. Sita pun mengangkat handphone touchsreen barunya itu dengan memilih opsi “Answer”.
 “Assalamualaikum. Ngapau Van ?” tanya Sita.
 “Woy, Ta, melah kitau berayak. Tapau diaw kerjau dirimu ni, beghadu mendam di rumah tulah !” jawab Jovan dengan menggunakan bahasa Manna tulen.
“Ndak ke manau pulau Van ? Melah kitau ke Perpusda ajau !”
 “Yaakkk, tapau penginak’an di Perpusda nilah. Nginak’i buku bejibun ? Mmm... Tapi melah e. Jak di aku ndik diaw kawan berayak ! Udim a Ta, besiaplah !”
“Awu awu.”
                Setelah menerima telepon dari Jovan, Sita pun bersiap-siap pergi ke Perpusda (Perpustakaan Daerah) yang merupakan satu-satunya perpustakaan milik pemerintah di Kota Manna itu. Perpustakaan itu berjarak sekitar 3 kilometer dari rumah Sita.
                Setibanya di Perpusda, Sita langsung mengisi daftar pengunjung di meja tamu. Ia mengeluarkan buku tulis dan pena bergambar teddy bear kesayangannya dari tas, kemudian ia menaruh tas itu di lemari penitipan barang. Ia pun melihat sekeliling Perpusda yang ternyata sangat ramai. Tapi, masih ada tiga bangku kosong. Dan Sita memilih di pojok di antara rak-rak buku.
                Setelah lima belas menit menunggu, Jovan pun datang.
“Wuy, Sita. Lah lamau nunggu aku ?” sapa Jovan dengan logat Manna-nya yang khas.
 “Lah lumutan aku nunggu kaba di sini !” candaku.
 “Tapau kaba kerjauka Ta ?”
“Aku dang mbuat Pe-eR.”
“A a, kitau adau Pe-eR Sejarah kan, Ta ? Jangan rajin nian Ta!”
“Yak lukmanau Van, tugas.”
 “Aku malas nian mbuati PR ni. Aku ndak nyontek dengan kutu buku kelas kitau ajau weh, dengan Joni. Madak aku nyontek dengan kaba a Ta ! Sita, Sita sarini alap nian neh !” rayu Jovan penuh harap.
 “Sorry nian neh. Litak aku mbuatinyaw ni Van. Inilah jemau bak kini ni. Segalauau ndak serba paktis. Lukmanau kaba ndak dapat ilmu Van, amau kaba nyontek manjang ni !” kata Sita seraya menasehati.
 “Yak lukmanau Ta. Aku tu ndik nian ngerti. Tapau, di kelas aku ndik meratika guru. Kawan ni, ngajak ngicik manjang.”
                Sita pun teridam sejenak. Ia teringat tingkah laku teman sekolahnya yang suka sekali ngobrol di waktu belajar.
“Amau aku ngasih saran, jangan pulau dilauk’i nian kawan tu. Berubahlah Van, sebelum terlambat. Amau kaba cuman nyontek, lukmanau kaba ndak dapat ilmu. Katauau kaba ndak jadi pilot. Pilot tu ndak pintar eh.”
“Awu Ta, tapi jangan bak kini. Aku ni masih kelas duau, masih gilamau ujian kelulusan tu.”
“Awulah Van, amau kaba lum melajarinyau jak bak kini, aku yakin kaba kelau ndik ke ngerti. Kasian kan, mak bak kaba, amau kruan anak’au luk ini. Litak-litak ajau ughang kerjau, banting tulang, meras keringat, cuman batan nyekulkah kaba. Ughang tu ndak nginak kaba sukses, Van. Aku kruan, nilai MID semester kaba kemaghi, hasil contekan galaw kan ? Mm... Apau ndak aku aduka dengan mak bak kaba ?” kataku dengan sedikit menakutinya. “
Jangan Ta, pliss jangan nian. Awu awu, itu aku ncontek galau dengan Joni. Tapau, diaw di belakang aku, tambah lemak ajau aku ulangan. Tapi itu tu cuman ndak nyenangka ati mak bak ajau Ta.”

Cerpen ini belum selesai dan belum berjudul. Ini cerpenku waktu lomba, tapi ini ditambah bahasa daerah. Nantikan kelanjutannya, hanya di Aisyah LiputInesia !!! hahaha

Tidak ada komentar :

Posting Komentar